Kamis, Desember 22, 2016

Pribumi, Tanpa Embel-Embel

"Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua! ~Soekarno


Lama-lama, saya gerah juga lihat tulisan-tulisan tak bermoral yang menyebut pribumi-non pribumi. Apalagi disebarkan oleh media jurnalistik online abal-abal, tanpa redaktur, tanpa editor, bahkan tanpa wartawan. Kerjaannya : copy paste berita, plintir-plintir, bikin judul bombastis, kalau perlu pakai tanda tanya-biar sok-sok ambigu.

Pribumi atau penduduk asli adalah setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah atau negara, dan menetap di sana dengan status orisinal, asli atau tulen (indigenious) sebagai kelompok etnis yang diakui sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lainnya. Pribumi bersifat autochton (melekat pada suatu tempat). Secara lebih khusus, istilah pribumi ditujukan kepada setiap orang yang terlahir dengan orang tua yang juga terlahir di suatu tempat tersebut. ~wikipedia



Sejak Tahun 1998, Pemerintah Indonesia telah menghentikan istilah pribumi dan non pribumi melalui sebuah Instruksi Presiden.

Diktum Kedua Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi Dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, Ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan (“Inpres 26/1998”), maka pejabat penyelenggara pemerintahan wajib untuk memberikan perlakuan dan layanan yang sama kepada seluruh WNI dalam penyelenggaraan layanan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan, dan meniadakan pembedaan dalam segala bentuk, sifat serta tingkatan kepada WNI baik atas dasar suku, agama, ras maupun asal-usul dalam penyelenggaraan tersebut.

Lah, ini kok sekarang kita kembali ke zaman penjajahan dulu. Zaman ketika masyarakat Indonesia sengaja digolongkan oleh kolonial Hindia Belanda demi tujuan politis.

Istilah "Pribumi" sendiri muncul di era kolonial Hindia Belanda setelah diterjemahkan dari Inlander (bahasa Belanda untuk "Pribumi"), istilah ini pertama kali dicetuskan dalam undang-undang kolonial (Reglement Regering) Belanda tahun 1854 oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk menyamakan beragam kelompok penduduk asli di Nusantara kala itu, terutama untuk tujuan diskriminasi sosial.

Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) adalah sebuah pasal yang mengatur pembagian golongan dihadapan hukum pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. Pasal ini baru berlaku sejak Indische Staatsregeling mulai berlaku pada tahun 1926 sebagai pengganti Reglement Regering . Pasal ini secara ringkas menjelaskan bahwa  Belanda menanamkan sebuah rezim segregasi (pemisahan) rasial tiga tingkat; ras kelas pertama adalah "Europeanen" ("Eropa" kulit putih); ras kelas kedua adalah "Vreemde Oosterlingen" ("Timur Asing") yang meliputi orang Tionghoa, Arab, India maupun non-Eropa lain; dan ras kelas ketiga adalah "Inlander", yang kemudian diterjemahkan menjadi "Pribumi". Sistem ini sangat mirip dengan sistem politik di Afrika Selatan di bawah apartheid, yang melarang lingkungan antar-ras ("wet van wijkenstelsel") dan interaksi antar-ras yang dibatasi oleh hukum "passenstelsel". Pada akhir abad ke-19 Pribumi-Nusantara seringkali disebut dengan istilah Indonesiërs ("Orang Indonesia").

Sekarang, di Tahun 2016 ini, masih ada teriak-teriak pribumi non pribumi. Mau balik ke zaman kolonialisme, mas?

Atau jangan-jangan sampeyan itu yang penjajah?

Kasus penistaan agama kemarin, sebenarnya cukup sebagai kasus penistaan saja. Saya sendiri sepakat kasus tersebut memang harus digiring ke ranah hukum, karena -menurut saya- unsur penistaan agamanya jelas kok.

TAPI!

Saya tidak setuju dengan sebagian orang yang memperkeruh sehingga menyinggung masalah ras. Parahnya lagi, dari yang sebagian ini, kemudian malah jadi semakin besar gara-gara tindakan provokatif, amoral, menyebarkan berita-berita tidak benar, memecah belah masyarakat Indonesia.

Bedebah.

salah satu demo paling ga jelas. diambil dari sini


Sampai sekarang, Whatsapp dan feeds Facebook saya masih dibanjiri pernyataan dan istilah provokatif : ancaman non pribumi, pemimpin KTP non pribumi, apalah.

Seharusnya istilah pribumi-non pribumi ini dipakai dalam kondisi yang tepat.

Misalnya :

RIBUAN TURIS DARI PLUTO RAMAIKAN OM TELOLET OM

ULTRAMAN KUASAI USAHA PENGHANCURAN GEDUNG

Barulah, kita manusia Bumi mulai terancam. Nasib pribumi terancam oleh pri-planet lain.

Tetapi, sesungguhnya yang paling seram adalah : ketika pribumi, dikuasai oleh primata.

*)tulisan ini dapat dibaca di https://adapapadisini.wordpress.com/


Tidak ada komentar: