Minggu, Desember 23, 2012

Dear Grandma...

Saya tidak merayakan Natal. 

Tapi saya benci tanggal 25 Desember. Bukan tentang perayaan Natalnya, tapi tepat pada tanggal tersebut nenek saya meninggal dunia. Hubungan kami cukup dekat. Mungkin karena saya cucu pertama dari 19 cucu (ya, nenek saya puna 11 anak) makanya beliau hafal nama saya. Lucunya, saat menulis tulisan ini saya tidak bisa mengingat nama seluruh cucu nenek yang tentunya sepupu saya sendiri. Ah, maaf. Lebaran nanti saya pasti ingat nama kalian semua. Semoga. Errr........

Waktu kecil, ketika Papa dan Mama saya bekerja, mereka menitipkan saya ke Nenek. Nenek pensiunan guru bahasa inggris SMA. Kakek saya pensiunan Kepala Sekolah SMA. Mereka cukup peduli pada pendidikan. Bahkan guru les bahasa inggris pertama saya adalah Nenek. Saya masih ingat, setiap kali datang kerumah Nenek, beliau selalu bertanya 'How are you?"

"Fine, thank you", lalu beliau bertanya dan berbincang dengan bahasa inggris kepada saya. 
Saya melongo. Apa yang kalian harap dari seorang anak SD yang tiap hari bergaul dengan bahasa Jawa. Hehehe.

Belajar bahasa inggris dengan Nenek cukup menyenangkan. Selasa dan Kamis sore jadwal yang Mama berikan kepada saya untuk belajar bersama nenek. Mama pernah bilang "Nenek kamu itu guru bahasa indonesia buat bule-bule yang lagi belajar. Nenek kamu itu lebih hebat dibanding guru bahasa inggris sekolah kamu". Ya, memang. Beliau memang fasih dalam berbahasa inggris, sangat fasih sampai-sampai banyak bule yang memuji bahasa inggris beliau. Beda sama bahasa inggris cucunya. Medok.

Hal paling menyenangkan belajar bahasa inggris dengan Nenek adalah makanan. Hehehe. Selalu ada makanan tiap kali les. Itu membuat saya tidak pernah kelaparan, meskipun 3 jam belajar. Ya 3 jam. Kami mulai jam 4, selesai jam 7 malam ketika Papa saya menjemput pulang. Nenek banyak bereksperimen soal masakan. Beliau selalu memasak menu yang sama tiap kali saya kesana. Indomie rebus yang direbus pakai nasi, telur, segala macam sayur, bawang, merica, dll. Rasanya? Dasyat! 

Menu sampingan ga kalah ekstrem : agar-agar yang didalamnya ada roti isi coklat. Terbayang oleh kalian? Dasyat! 
Rasanya?
Ga enak... hahahaha

Aca, adalah panggilan yang beliau berikan ketika saya lahir, ketika orang tua saya masih belum menentukan pilihan nama yang cocok buat saya. Kemudian ketika Papa dan Mama saya memberikan nama Wahyu Bangkit Setyaji, nama Aca masih menjadi panggilan sampai hari ini. Sejujurnya, bahkan saya tidak tahu apa arti dibalik nama Aca. Sewaktu kelas 3 SD, saya pernah bertanya kepada Nenek ;

"Kenapa Aca?", tanya saya penasaran, walau saya sebenarnya menyukai nama tersebut. Simple. Mau dibaca dari huruf terakhirpun tetap Aca. 
 

"Aca itu artinya Aku Cinta Alam", jawab Nenek sambil terkekeh. Saya tahu, nenek setengah bercanda menjawab pertanyaan saya. "Nama itu bagus. Sederhana", lanjutnya. 

Beberapa tahun setelah itu, muncul seorang penyanyi yang tenar dengan hits Mbah Dukun. Ya, kamu benar. Alam. Ketika ingat kembali jawaban Nenek, saya mual. Hehehe. Walaupun waktu itu saya melihat kesamaan dengan Alam. Rambut belah tengah. Tren memang wajib diikuti.

Sampai sekarang saya tidak tahu kenapa beliau memilih nama Aca. Begitupun orang tua saya. 

Aca ya Aca. Hanya panggilan. Entah apa maknanya.

Saya sering kesusahan menjelaskan kenapa Aca, bukan Wahyu, Bangkit atau Setya atau bahkan Tya (?) sebagai panggilan saya. Hampir semua orang yang baru mengenal saya akan mengerutkan jidat ketika saya menyebutkan nama lengkap. 

"Kok aneh sih nama kamu? Darimana dapat Aca-nya?"

"Ask my grandma.... "

Tapi jelas tidak mungkin mereka bertanya pada Nenek saya. Sudah meninggal, seperti yang sudah saya ceritakan di awal posting ini. 

Dear Grandma... I miss you

Tidak ada komentar: